Belum lama ini berbagai media menginformasikan berita terkait putusan pengadilan atas kedua pelaku kasus pembunuhan terhadap A (19 tahun), yakni H (19 tahun) dan S (18 tahun). Faktor asmara yang menjadi latar belakangnya. Usia ketiganya termasuk dalam dewasa awal, yaitu generasi yang seharusnya menghabiskan waktu dengan giat-giatnya belajar maupun berorganisasi di tingkat perguruan tinggi, namun karena emosional yang tidak terkendali dari kedua pelaku, maka mengakibatkan meraka kini berada di dalam balik jeruji besi.
Kasus pembunuhan tersebut merupakan satu dari banyak kasus yang menimpa generasi muda Indonesia. Tidak menutup kemungkinan kasus tersebut menyerupai fenomena gunung es, yakni hanya sedikit yang muncul ke permukaan dan diketahui masyarakat. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku kriminal generasi muda adalah pergaulan dan media, terutama media sosial. Media sosial merupakan media ampuh untuk menyampaikan suatu pemikiran. Melalui satu tombol ‘status’ atau ‘upload’, maka secara otomatis dan dalam hitungan detik pemikiran kita akan segera diketahui masyarakat banyak. Seringkali keberadaan medsos ini menjadikan aktivitas seseorang berubah kaku. Berangkat ke kampus-pulang-internetan-tidur-kerja. Bahkan aktivitas di dunia maya kerap mengiringi aktivitas lainnya.
Permasalahan serupa yang menjurus pada kemaksiatan terselubung kini mulai merambah daerah-daerah, termasuk Majalengka tempat saya tinggal serta Cirebon, yaitu tempat berdirinya perguruan tinggi tempat saya menimba ilmu. Penyebutan terselubung karena didasarkan pada kondisi masyarakat saat ini yang cenderung tidak sadar bahwa mereka tengah terbawa arus kemaksiatan. Kerap meniru tanpa didasari pengetahuan yang memadai (taqlid). Ada tiga contoh kemaksiatan yang saya soroti di sini, diantaranya mencakup cara berpakaian (fashion), pergaulan, dan media.
Pertama, cara berpakaian. Jika sebelumnya rok sebatas betis pun wanita zaman kakak saya kecil masih malu-malu memakainya, kini gadis muda zaman sekarang sudah tidak malu lagi mnempakkan (maaf) pahanya di depan umum. Celana hotpants yang semula dijadikan pakaian dalam, kini ditampakkan sebagai pakaian luar. Mereka memakaianya dengan bebas tanpa risih ke supermarket, lapangan olahraga, maupun tempat umum lainnya. Semuanya berawal dari media televisi yang didominasi dengan gaya Barat. Semakin sering kita ‘dijejeli’ tayangan yang mengumbar aurat tersebut, maka lambat laun kita akan menganggapnya sebagai hal yang biasa. Seperti ungkapan yang berbunyi ‘tidak akan bisa jika tidak dibiasakan, bukan?’.
Sempat terpikir bahwa mungkin mereka (orang yang tingal di daerah) ingin merasakan bagaimana menjadi orang kota sehingga berpakaian seperti itu, hanya saja mereka salah memilih caranya. Saya pun mencoba membuat pamflet dan selebaran tentang pakaian syar’i yang dianjurkan (baca: diwajibkan) dalam Islam. Bersama saudara-saudara seperjuangan di rohis kampus, kami pun menyebarkan selebaran-selebaran tersebut di seperti masjid, taman, warung, serta tempat-tempat strategis lainnya. Hmmm, besoknya banyak sekali selebaran yang bertebaran di dalam masjid atau yang lebih parah, teronggok di atas tempat sampah. Sedihnya . Ah, pejuangan dakwah memang berat. Tapi kami tidak patah semangat, karena Rasulullah sang teladan sepanjang zaman pun pernah (bahkan sering) mengalami hal yang lebih buruk, dan berdarah-darah, namun beliau tidak menyerah hingga kemenangan Islam pun diraih. Kemenangan berupa buah dakwah yang beliau hasilkan terasa sangat manis, bahkan bisa dirasakan oleh kita sebagai umatnya hingga saat ini.
Contoh maksiat yang kedua yaitu pergaulan dan kedudukan dalam bermasyarakat. Siapa orang-orang yang sering bergaul dengan kita, di mana tempat kita biasa kongkow, atau bagaimana penampilan kita, semuanya merupakan cerminan diri kita. Jika kita bergaul dengan orang-orang yang menganggap berpacaran adalah suatu hal yang lumrah, sering dugem dan keluar nonton malam hari (dengan yang bukan mahram pula), serta berpakaian mini ala kadarnya, maka itu pula pandangan masyarakat terhadap kita.
Aktivitas pacaran memang sempat menjadi semacam tren yang tidak bisa dipisahkan dnegan kaum muda zaman sekarang. Bahkan ada beberapa aktivis lembaga dakwah kampus rohis yang terkena virus merah jambu ini. Jika sudah terjangkit, maka bisa dipastikan kalau keaktifannya dalam rohis akan berkurang hingga akhirnya benar-benar non-aktif. So, mesti hati-hati dengan VMJ ini.
Berbicara tentang VMJ memang sangat menarik karena seringkali dihubungkan dengan percintaan. Namun percintaan jenis ini cenderung mengarah pada maksiat spesies zina (lho, jadi ke Biologi, ^_^). Islam tidak melarang umat Muslim untuk mencintai sesama Muslim lainnya. Hanya saja, ada aturan mainnya juga. Rasul SAW pun pernah mengatakan bahwa jika kamu mencintai seorang Muslim, maka nyatakanlah. Waktu itu, seorang sahabat mengatakan pada Rasul SAW, bahwa ia mencintai (akhlak) seorang sahabat lainnya (dalam konteks ini, sesama ikhwan). Jadi, bukan berarti kita diperbolehkan tebar pesona dan umbar kata cinta karena nafsu, apalagi jika ditujukan ke lawan jenis. Wuiiih parah . . .
Februari 2015 tinggal ’selangkah’ lagi. Satu momen yang masih digandrungi kaum muda dan masih sering dirayakan sebagai wujud eksistensi diri dalam kehidupan bermasyarakat. Ya, Valentine. Meski berbagai media Islam maupun non-Islam dari tahun ke tahun telah menginformasikan asal-usul event ini yang notabene menceritakan kisah cinta seorang pendeta dengan putri penjaga sipir penjara (tentu bukan bersumber dari Islam), namun tidak menyurutkan langkah mereka untuk tetap merayakannya, dengan berbagai alasan dan pembenaran melalui pemberian seikat bunga atau sekotak coklat pada orang yang mereka ‘sayangi’.
‘Aku kan cuma ngasi coklat doang ke doi’. Ngga hanya doang, pasti ada buntutnya.
‘Aku juga ngasinya ke Mama sama Papa aja, kok’. Kenapa mesti/ hanya di hari ini (valentine)?
‘Setahun sekali ini napa, masa ngga boleh?’. Emang abis hari ini ungkapan sayangnya pudar gitu aja, gitu?
‘Islam kan nganjurin kita mengungkapkan kasih sayang ke orang yang kita cintai, cin’. Yeee, ada aturannya kali. Jelasny, pahami aja isi hadist tentang itu yangs empat diulas di atas.
‘Aku sih ngga ngerayain pake bunga atau coklat, cukup dinner bareng aja’. Gubrakz, sami mawon eta mah.
Harus menyiapkan cadangan baterai tahan banting dan tahan lama (kalo bisa power bank juga) yang berisi formula sabar untuk menghadapi orang-orang yang memiliki argumen di atas. Tahun lalu, saya sempat diamanahi untuk membuat tulisan tentang asal mula valentine. Kadang, memang terasa tengah melakukan rutinitas yang membosankan karena menyampaikan hal sama selama bertahun-tahun (sebenarnya sih baru dua tahun ). Namun ketika teringat bahwa tiap guru dan dosen pun tidak pernah bosan menyampaikan mata kuliah atau pelajaran yang sama pada tiap siswanya, maka saya pun kembali termotivasi untuk membuat tulisan yang bagus, apik, dan mengena di hati pembaca hingga tujuan dakwah kami pun tersampaikan pada sasaran. Maka dalam kesempatan waktu itu, kami melakukan sebar pamflet dan kerudung gratis sambil long march menuju masjid besar at-Taqwa Cirebon. ternyata lebih menyenagkan, karena jangkauan dakwah pun menjadi lebih luas. Jadi ingat quote dari seorang teman di facebook. Yakinlah, bahwa Vengantine lebih indah dan lebih asyik daripada Valentine. Hahay . . . :-D. Pastinya lebih berkah dan halal juga, kan?
Nah yang ketiga adalah yang jenis maksiat yang paling berbahaya. Media. Hati-hati kawan, dibalik cantiknya berbagai tampilan media (seperti TV maupun media sosial), ternyata ada pula media yang menginformasikan berita ‘sesuai pesanan’ dari orang-orang yang berkepentingan. Maksudnya di sini adalah informasi yang disampaikan tidak benar-benar riil dan akurat. Bahkan saat diuji kevaliditasannya di lapangan, cenderung bertolak belakang dengan kenyataan. Hal inilah yang seringkali memicu terjadinya fitnah dan konflik antarpublik.
Solusi yang bisa upayakan adalah melalui pemanfaatan sarana yang sama, yaitu membuat medsos penangkal. Medsos penangkal ini dibuat dengan tujaun menyajikan berita yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya sehingga mampu menengahi pro dan kontra yang timbul akibat berita ‘pesanan’. Selain itu, untuk tayangan yang tidak mendidik, kita bisa melayangkan surat keluhan pada komisi penyiaran indonesia. Semakin canggihnya teknologi, maka kita pun harus makin canggih dari teknologi yang kita kendalikan itu bukan?
Satu cara yang paling berpengaruh terhadap kondisi keimanan kita yaitu usaha kita pribadi dalam membentengi diri. Bagaimanapun keadaan lingkungan kita tinggal, tetap kita sendiri yang memegang kendali penuh terhadap kondisi naik-turunnya keimanan kita. Charger keimanan yang cukup ampuh adalah dengan mengikuti kajian rutin pekanan maupun bulanan. Tiap perguruan tinggi tentu memiliki organisasi atau unit kegiatan mahasiswa (UKM) rohis. Nah, keberadaan UKM ini dapat dimanfaatkan tidak hanya untuk charger pribadi, tetapi juga untuk orang lain dengan menyalurkannya sebagai jembatan dakwah sehingga kegiatan kita ‘itu-itu saja’. Kuliah-pulang (tidur) atau kerja-pulang (tidur). Jadi, iman terjaga, gaul pun oke.
www.muslimedianews.com
www.cyberdakwah.com
www.piss-ktb.com