BISMILLAH . . .
KARYA TULIS ASEAN
Selasa, 01 Oktober 2013
Senin, 23 September 2013
Paper
PAPER
REFLEKSI
SEJARAH ISLAM: MERUNUT PERADABAN EMAS ISLAM PADA ZAMAN RASULULLAH SAW DAN
KEKHILAFAHAN SETELAHNYA
Oleh :
Lin Indah Hidayati
FAKULTAS
TARBIYAH JURUSAN PENDIDIKAN IPA-BIOLOGI
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI
CIREBON
2013
Abstrak
Lin Indah Hidayati*)
Sejarah
telah mencatat bahwa banyak kegemilangan yang diraih sejak peradaban Islam
bermula, yaitu sejak zaman Rasululah saw hingga kini. Sayangnya, mayoritas umat
Islam sendiri masih belum mengetahui bahwa banyak sekali pemikir-pemikir dan
cendekiawan yang lahir dari kalangan Muslim. Memang tidak dapat dipungkiri
bahwa media massa kurang menyoroti hal ini sehingga kita lebih sering medengar
imuwan-ilmuwan berserta temuan-temuannya yang berasal dari Barat.
Islam
dengan aturan yang kompleks, meliputi dunia dakwah, hukum dan ekonomi,
pendidikan, pemikiran, serta seni budaya Islam, serta aspek lainnya tentu dapat
menjadi faktor penentu terwujudnya peradaban emas Islam apabila diterapkan
secara keseluruhan.
Asia
Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia dengan mayoritas penduduk Muslim,
memiliki peran dominan dalam mewujudkan terulangnya kembali peradaban emas
Islam tersebut. Bahkan jika Islam telah menjadi pegangan hidup dan kepribadian
umat Muslim seluruhnya.
Keyword: Peradaban emas Islam, aturan
kompleks, kepribadian Islam.
*)
Mahasiswi tingkat akhir IAIN Syekh Nurjati Cirebon
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Penulisan
Allah Azza wa
Jalla telah menganugerahkan mu’jizat berupa kitab yang tidak ada tandingannya,
yang akan menjadi pedoman hidup umat Muslim kelak hingga akhir zaman. Itulah
Al-Qur’an yang telah mendarah daging dalam diri Rasulullah saw. Tidak heran jika beliau memiliki sebutan Qur’an berjalan.
Selama kita berpegang pada Al-Qur’an dan sunnah Rasul, maka kita akan menemui
bahwa betapa kompleksnya aturan Islam yang mengatur kehidupan manusia sejak
bangun tidur hingga tidur kembali. Akan tetapi, kedua pedoman tersebut perlahan
tampaknya mulai lepas dari diri umat Muslim dunia, tidak terkecuali di Asia
Tenggara.
Saat ini berbagai permasalahan dan kemunduran tengah
menimpa negara-negara berkembang, tidak terkecuali negara-negara Asia Tenggara
yang memang sebagian besar merupakan negara berkembang. Islam yang sebelumnya
mencapai puncak kejayaan dan membawa kemashlahatan,
sempat dianggap sebagi penyebab kemunduran ini. Namun setelah ditelisik lebih
jauh, beberapa faktor penyebab mundurnya umat Islam saat ini adalah keruntuhan
moral, ilegitimasi politik, tidaka aadanya konsep kewajiban terbatas (limited liability), dan faktor lainnya.[1] Asia
Tenggara merupakan kawasan potensial dengan letak geografis yang mendukung meningkanya
pertumbuhan sumber daya alam dan terjadinya lalu lintas antarnegara yang lebih
efektif dan efisien. Tidak heran banyak negara dunia yang mengincar dan
menjajah negara-negara yang termasuk dalam wilayah Asia Tenggara ini.
Dalam salah satu
ayat Al-Qur’an, Allah berfirman bahwa umat Muhammad adalah umat terbaik. Orang
yang telah sungguh-sungguh mengambil ramalan (prophecy) berdasarkan ayat di atas dengan serius, sampai-sampai
mencoba untuk membentuk sejarah seluruh dunia sesuai dengannya. Segera setelah
kepercayaan Islam dibangun, kaum Muslimin telah berhasil dalam membangun, yang
dengan pergeseran waktu membawa serta lembaga-lembaganya sendiri yang khas,
seni dan sastranya, ilmu dan kesarjanaanya, bentuk-bentuk politik dan
sosialnya, seperti juga sistem pemujaan dan kepercayaannya, yang kesemuanya
memberi kesan yang jelas Islami.[2]
Secara langsung
maupun tak langsung, media berperan dalam menghubungkan kaum Muslim dengan
citra negatif. Dipandu oleh sebuah prinsip yang oleh Deborah Tannon, profesor
linguistik dan penulis “The Argument
Culture”, disebut “no fight, no story”,
tujuannya bukanlah peliputan seimbang dan memutuskan sendiri fakta dari
informasi yang berlebih-lebihan atau salah, melainkan untuk lebih berfokus pada
konfrontasi dan konflik, kekerasan dan terorisme, krisis dan tragedi.
Sekelompok kecil
minoritas yang vokal menyatakan serangan tersebut sebagai “masa pembalasan”
untuk kegagalan politik luar negeri Amerika di Timur Tengah. Mereka mendapat
liputan media yang luas tersebar. Sejumlah orang Palestina yang sedang berpesta
di jalanan ditampilkan berulang-ulang di stasius-stasiuan TV besar. Yang
ditutupi disini adalah banyaknya keterkejutan dan keprihatinan dari banyak
Muslim arus utama. Tak kurang 538 pekerja Muslim tewas di WTC, termasuk
pasangan muda profesional Muslim dari Bangladesh.[3]
Berbagai permasalahan
di atas mendorong penulis untuk membahas bagaimana Islam memiliki aturan yang
kompleks, tegas, dan bijaksana untuk mengatur setiap segmen kehidupan yang
diantaranya meliputi dakwah, hukum dan ekomomi, pendidikan, pemikiran, dan seni
budaya Islam. Dan di Asia Tenggara-lah yang memiliki potensi yang besar untuk
mewujudkan atau mengulang kembali kegemilangan yang telah diraih Islam dulu.
B.
Rumusan
Masalah
Terkait dengan
latar belakang di atas, maka penulis merumuskan beberapa masalah, diantaranya yaitu:
1.
Bagaimana sejarah peradaban Islam pada zaman
Rasul saw dan kekhilafahan setelahnya?
2.
Bagaimana Islam mengatur hubungan
antarmanusia dan kehidupan dalam segi dakwah, hukum dan ekonomi, pendidikan,
pemikiran, serta seni budaya Islam?
3.
Seberapa penting peran umat Islam di
Asia Tenggara dalam mengulang kembali sejarah peradaban emas Islam seperti yang
telah dicapai umat Islam terdahulu?
C.
Tujuan
Penulisan
Untuk menjawab
beberapa pertanyaan yang terdapat dalam rumusan masalah, maka dibuat pula
rumusan tujuan penulisan makalah ini yaitu diantaranya untuk:
1.
Mengetahui dan memahami sejarah peradaban
Islam pada zaman Rasul saw dan kekhilafahan setelahnya.
2.
Mengetahui hukum Islam dalam mengatur
hubungan antarmanusia dan kehidupan dalam segi dakwah, hukum dan ekonomi,
pendidikan, pemikiran, serta seni budaya Islam.
3.
Memahami urgensi peran umat Islam di
Asia Tenggara dalam mengulang kembali sejarah peradaban emas Islam seperti yang
telah dicapai umat Islam terdahulu.
REFLEKSI
SEJARAH ISLAM: MERUNUT PERADABAN EMAS ISLAM PADA ZAMAN RASULULLAH SAW DAN
KEKHILAFAHAN SETELAHNYA
A.
Sejarah
Peradaban Islam pada Zaman Rasul saw dan Kekhilafahan Setelahnya
Sejak awal
kedatangannya, Islam telah membawa rahmat bagi seluruh alam, kecuali bagi
orang-orang munafik yang telah menutup pintu hatinya dari kebenaran. Rasul saw,
melalui perilaku yang beliau contohkan atau yang disebut sunnah, mendapat sebutan Al-Qur’an berjalan. Beliau mengaplikasikan
seluruh isi Al-Qur’an dan perintah Allah, yang sebagai hasilnya dapat dilihat
dari literatur sejarah Islam bagaimana beliau berhasil mencetak
generasi-generasi Rabbani.
Ahli sejarah Barat yang menyoroti Islam secara
objektif seperti Karen Armstrong, John L. Esposito, dan Nazmi Lukas menyepakati
bahwa Islam merupakan agama yang dibawa Muhammad saw yang didalamnya tidak
terdapat unsur kekerasan dan tidak ada paksaan untuk memeluknya. Terkait
tragedi WTC dua tahun silam pun mereka mengetahui adanya konspirasi dan
intervensi Barat dalam kejadian tersebut.
Pada masa peralihan antara Bani Abbasiyah dan Bani
Ummayah, memang adanya unsur perebutan kekuasaan. Namun selanjutnya, dalam
penerapan hukum dalam pemerintahan, negara dan masyarakat, tetap hukum
Islam-lah yang ditegakkan. Banyak temuan-temuan ilmu pengetahuan, ilmuwan, dan
cendekiawan Muslim lahir pada zaman ini.
Hasil-hasil ilmu pengetahuan yang tengah berkembang
pesat saat itu, selanjutnya menginspirasi ilmuwan Barat beberapa abad
setelahnya. Karena perang salib dan runtuhnya kekhilafahan di Turki beberapa dekade
lalu, banyak buku-buku hasil karya umat Muslim yang berpindah ke tangan
orang-orang Barat. Hal ini mengakibatkan banyaknya temuan-temuan yang
dihasilkan oleh ilmuwan Barat yang terinspirasi oleh karya-karya yang
sebelumnya telah ditemukan oleh ilmuwan dan cendekiawan Muslim.
Perpustakaan Baytul
Hikmah yang merupakan sebuah perpustakaan terbesar akhirnya terbakar,
bahkan apinya selama tiga hari tidak padam karena banyaknya buku disana.
Akibatnya, bayak buku-buku yang musnah dan sebagian manuskrip dibawa
orange-orang Eropa dan Amerika yang kemudian dipelajari di negranya
masing-masing.
Masuknya Islam ke Asia Tenggara merupakan salah satu
bentuk teruniversalkannya Islam. Meski memang banyak teori dan pendapat terkait
masuknya Islam ke Asia Tenggara ini, penulisan dan penafsiran baru masih
terbuka lebatr agar penelitian atas sumbaer-sumber sejarah yang ada dapat
disingkap dan dikaji kembali.[4]
B.
Mengetahui
Hukum Islam dalam Mengatur Hubungan Antarmanusia dan Kehidupan dalam Segi
Dakwah, Hukum dan Ekomomi, Pendidikan, Pemikiran, serta Seni Budaya Islam
Sebagaimana yang telah kita mafhumi bahwa Islam memiliki
aturan yang kompleks dalam mengatur hubungan antarmanusia dan kehidupan dalam
segi dakwah, hukum dan ekomomi, pendidikan, pemikiran, serta seni budaya Islam.
Aturan-aturan tersebut selanjutnya akan mewujudkan keindahan harmoni kehidupan
sesuai dengan aturan Allah yang terdapat dalam Islam.
1.
Dakwah
Salah
satu surah yang memuat aturan tentang perintah berdakwah adalah surah
Al-Muddatsir (74): 1-7. Dakwah sebagai suatu bentuk komunikasi yang khas,
dimana stimulus yang disampaikannya berupa pesan-pesan atas dasar kasih sayang
(silaturrahiim). Harapannya apabila
dakwah tersebut cukup efektif, interaksi sosial yang terjadi akibatnya, akan
mewujudkan suatu hubungan antarmanusia atau suatu interaksi sosial yang
diwarnai oleh paham dan landasan kasih sayang tersebut.[5]
Adanya
landasan kasih sayang yang terbentuk melalui sebuah ajakan yang dinamakan
dakwah, maka akan terbentuk pula sebuah ikatan ukhuwah antarmanusia, sehingga
terbukti bahwa manusia yang satu dengan manusia lainnya tidak akan bisa
terlepas satu sama lain. Ketika itulah tercapai tingkatan itsar (mendahulukan kepentingan saudaranya dalam hal-hal syar’i).
Salah
satu kekurangan dalam segi dakwah sepeninggal Rasul saw adalah kalangan
intelektual Muslim yang disibukkan dengan penyebaran Islam, tanpa menyadari
pentingnya memelihara dan mencatat tiap perkataan dan perilaku nabi saw. Karena
dakwah pada saat itu dihambat oleh orang-orang yang mengaku sebagai nabi.[6] Namun
kemudian, hal ini dapat diselesaikan setelah dilakukan pengumpulan hadist oleh
perawi hadist, diantaranya Bukhari dan Muslim.
Azyumardi
Azra dalam pengantar buku Taufik Abdullah menyatakan bahwa karaktersitik
terpenting Islam di Asia Tenggara adalah watak yang lebih damai, ramah, dan
toleran, sebuah watak atau karakteristik yang berbeda dengan watak Islam di
kawasan lain seperti di Timur Tengah.
Sejak
beberapa tahun terakhir, sejumlah pengamat dunia Islam atau islamicist di luar negeri memberikan
analisis dan komentar yang positif tentang perkembangan Islam di Asia Tengara,
khususnya Indonesia dan Malaysia. Fazlur
Rahman (alm), misalnya, pada
pertengahan dekade 1980, setelah berkunjung ke Indonesia untuk menghadiri suatu
seminar mengatakan optimismenya terhadap perkembangan Islam di kawasan ini, dan
memprediksi “kebangkitan Islam” terjadi bukan di kawasan lain, tetapi di Asia
Tenggara. Apresiasi dan pandangan positif senada pun dikemukakan pengamat asing
seperti John L. Esposito dan Bruce Lawrence yang beberapa kali mengunjungi
Indonesia dan Malaysia serta menyaksikan langsung dinamika Islam di wilayah
ini.[7]
Jalan
dakwah ini merupakan salah satu cara untuk meluruskan sebuah statement keliru dan memihak. Islam
merupakan rahmat bagi seluruh alam yang dengan rahmat tersebut, tentunya akan
membawa rasa aman bagi semuanya, tidak hanya pemeluknya saja. Tidak ada paksaan
bagi siapa pun untuk memeluk Islam merupakan salah satu bentuk toleransi dan
rahmat agama tersebut.
Rapoport dalam bukunya (2003) menyatakan bahwa perkembangan
yang paling menarik dan tak diduga akhir-akhir ini adalah kebangkitan aktivis
teroris untuk mendukung tujuan agama atau teror yang dilegalkan secara
teologis. Ini adalah sebuah fenomena yang dapat disebut sebagai teror “suci”
atau “sacral”.[8]
Dakwah merupakan ajakan dan seruan menuju kebaikan. Adapun sebutan teror dalam
mewujudkan tujuan dakwah, tentu konteks tersebut kurang pas mengingat teror
selalu membawa ketidaknyamanan dan ketakutan bagi yang diteror.
Islam adalah agama yang memandang setiap penganutnya
sebagai dai bagi dirinya sendiri dan orang lain. Karena Islam tidak menganut
hierarki religius, setiap muslim bertanggungjawab atas perbuatannya sendiri di
hadapan Allah. Namun demikian, karena ajaran Islam bersifat universal dan
ditujukan kepada seluruh umat manusia, kaum Muslim memiliki kewajiban untuk
memastikan bahwa ajarannya sampai kepada seluruh manusia di sepanjang sejarah
sebagai salah satu esensi dakwah.
Ayat-ayat yang menyinggung tentang pengupayaaan
dakwah diantaranya adalah al-Qur’an surah Yusuf (12): 108, an-Nahl (16): 125,
dan Fushshilat (41): 33. Ayat pertama menyatakan tujuan dakwah yang merupakan
panggilan kepada Allah dengan pesan-pesan yang jernih berdasarkan tauhid. Ayat
dua mengelaborasi metode-metode dakwah yang meliputi: (1) kebijaksanaan (hikmah), (2) nasihat yang baik (al-maw’idhatul hasanah), dan (3)
percakapan yang baik (al-mujadalat
al-hasanah). Ayat ketiga memuji orang-orang yang bekerja demi dakwah (al-da’i atau al-dua’t), beserta mereka yang melakukan amal baik dan yang menyatakan
diri sebagai orang yang berserah diri (muslim).[9]
Metode-metode dakwah yang terdapat dalam ayat di atas merupakan jawaban bahwa
dakwah tidak bisa disamakan dengan teror suci.
2.
Hukum
dan Ekonomi
Dunia
hukum dan perekonomian yang notabene tidak bisa terlepas dari campur tangan
pemerintah dan negara perlu mendapat sorotan penting
dalam
memutuskan tiap kebijakan yang diambil guna mewujudkan keadilan dan pemerataan
pembangunan. Jika pemerintah dan negara mengabaikan, atau bahkan mengkhianati
amanah yan tercantum dalam Al-Qur’an dan sunnah, maka hanya akan ada
kehancuran, meningkatnya angka kriminalitas, kesenjangan sosial, dan krisis
berkepanjangan. Hal-hal tersebut nampaknya telah menghinggapi negara-negara
berkembang di Asia Tenggara, tidak terkecuali Indonesia.
Hukum yang ada dalam Islam, terutama
hukum pidana, masih dianggap sebagai sebuah hal yang menakutkan dan tidak berperikamanusiaan.
Padahal, sebagai negara pembawa rahmat, Islam tentu tidak serta merta
menjatuhkan suatu hukum pada terpidana atau terdakwa pelanggar hukum. Perlu ada
bukti-bukti kuat sebelum hukuman dijatuhkan, potong tangan bagi pencuri
misalnya.
Dunia hukum dan aturan yang ada di
dalamnya, saat ini sangat jauh dari harapan untuk dapat menurunkan tingkat
kriminalitas. Banyak residivis yang tidak merasa jera keluar masuk perjara.
Bagaimana tidak, bahkan kebebasan dari jeratan hukum pun bisa dilakukan dengan
adanya uang tebusan. Hal ini bertolak belakang dengan hukum Islam yang insya
Allah mampu menimbulkan efek jera, baik bagi pelakunya maupun orang yang hendak
melakukan suatu pelangaran hukum.
Dalam
dunia ekonomi, salah satu langkah menyelamatkan perekonomian dunia adalah
dengan lahirnya Lembaga Keuangan Syariah. Zainul Arifin dalam Karim (2010)
mengatakan bahwa kehadiran LKS (Lembaga Keuangan Syariah) harus diiringi dengan
pemahaman yang lebih komprehensif tentang sistem ekonomi Islam. Tidak hanya
melalui sosialisasi teknis, tetapi juga latar belakang dan sejarah perkembangan
pemikiran ekonomi para cendekiawan Muslim hingga terwujudnya konsep mekanisme
operasional LKS.[10]
Karena sudah menjadi cerminan manusia saat ini yang tidak ingin mencoba hal baru
sebelum melihat orang lain yang mencobanya dan berhasil. Padahal telah jelas
bahwa perekonomian yang dijalankan secara Islami mampu membawa kita pada suatu
kesejahteraan dan kehidupan yang berkah karena jauh dari sistem perekonomian
kotor, seperti riba.
Telah
menjadi rahasia umum bahwa kontribusi kaum Muslim yang sangat besar terhadap
kelangsungan dan perkembangan pemikiran ekonomi pada khususnya dan peradaban
dunia pada umumnya, telah diabaikan oleh para ilmuwan Barat.
Para
sejarawan barat telah menulis sejarah ekonomi dengan sebuah asumsi bahwa
periode antara Yunani dan Skolastik adalah steril dan tidak produktif. Contoh;
sejarawan sekaligus ekonom terkemuka, Joseph Schumpeler, sama sekali
mengabaikan peranan kaum Muslimin. Ia memulai
penulisan sejarah ekonominya dari para filosof Yunani dan langsung
melakukan loncatan jauh selama 500 tahun, dikenal sebagai The Great Gap, ke zaman St. Thomas Aquinas (1225-1274 M).[11]
Padahal jelas bahwa selama periode 500 tahun tersebut, Islam tengah mencapai
kegemilangannya. Saat dimana dunia Barat tengah gelap gulita, tidak mampu
membaca dan menulis kecuali aktivis gereja, di Timur Tengah dapat dipastikan
hampir tidak ada umat Muslim yang buta huruf. Sekolah-sekolah, perustakaan,
laboratorium, dan dunia ilmu pengetahuan yang selanjutnya menjadi inspirasi
bagi ilmuwan Barat, justru tengah berkembang dengan pesatnya.
Banyak
pemikir dan para cendekiawan Muslim pada abad klasik dan pertengahan yang
melahirkan banyak pemikiran-pemikiran baru tentang ekonomi diantaranya yaitu pemikiran
ekonomi dari Abu Yusuf, Abu Ubaid, Yahya bin Umar, Al-Mawardi, Al-Ghozali, ibn
Taimiyah, Al-Syatibi, Ibn Khaldun, Al-Maghrizi, dan lainnya yang banyak
menyumbangkan pemikiran-pemikiran ekonomi yang mengarah pada kebijakan fiskal
dan moneter sesuai dengan Islam.[12]
Adapun
di kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia, merupakan kumpulan pulau-pulau
dan daerah yang kaya sumber daya alam. Hal ini memicu negara-negara Eropa untuk
menjajah dan berusaha menguasainya. Wilayah yang menjadi incaran dan saat itu
masih berbentuk kerjaan-kerajaan kecil diantaranya adalah Kerajaan Islam
pertama di Malaka kemudian dijajah Eropa. Kerajaan kedua yaitu Samudra Pasai,
yang kemudian dikuasai Portugis. Kerajaan ke-3 Maluku (Kesultanan Manguindanau,
Kesultanan Buayan, dan Kesultanan Sulu) direbut Spanyol pada abad 6.
Selanjutnya kerajaan-kerajan Islam lainnya di seluruh nusantara pun akhirnya
terjajah.[13]
Meski telah merdeka dari jajahan fisik, Indonesia dan negara-negara Asia
Tenggara masih memiliki banyak kelebihan dan menjadi incaran bangsa Amerika dan
Eropa. Seperti populasi yang tinggi yang merupakan pasar strategis sehingga
menjadi tujuan utama pemasaran produk-produk teknologi mereka.
3.
Pendidikan
Nama
Baytul Hikmah bagi sebagian besar
orang tidak asing lagi di telinga. Sebuah nama perpustakaan terbesar sepanjang
sejarah Islam yang dibangun pada zaman kekhilafahan Bani Abbasiyah.
Perpustakaan yang di dalamnya tidak hanya ada buku yang berjumlah ratusan ribu,
melainkan adapula laboratorium khusus astronomi, sebua ilmu yang tengah
berkembang disana.
Bayt Al-Hikmah (Gedung
Hikmah, Gedung Pengetahuan) adalah lembaga pendidikan tinggi Islam yang pertAma
kali ada kecuali masjid. Dibangun oleh khalifah Abbasiyah ke-7, Al-Makmun, yang
terkenal sebagai pecinta pengetahuan pada tahun 215 atau 830. Bayt Al-Hikmah
berasal dari sebuah perpustakaan yang lebih sederhana yang telah beroperasi
sejak masa Harun Al-Rasyid yang bernama Khizanat
Al-Hikmah. Meski bukan merupakan satu-satunya kegiatan di Bayt Al-Hikmah, usaha penerjemahan nampaknya
merupakan kegiatan yang paling dominan.[14]
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintahan Islam sangat memperhatikan dunia
pendidikan.
Di
negara-negara berkembang, dunia pendidikan masih menjadi barang mahal yang
hanya orang-orang kelas menengah hingga ke atas saja yang bisa mengenyamnya.
Kalaupun gratis di tingkat SD hingga SMA, maka di tingkat perguruan tinggi
masih belum juga adanya biaya yang murah atau bahkan pembebasan biaya secara
total. Sedangkan keberadaan Universitas Terbuka saat ini, masih memiliki keterbatasan
dalam hal pembukaan prodi dan jurusan favorit.
Berbeda
dengan pendidikan sistem Islam yang bebas biaya sehingga tiap pelajar tidak ada
yang memikirkan masalah biaya pendidikan. Bahkan guru TK atau SD pun mendapat
gaji yang jika dibandingkan, setara dengan gaji guru besar perguruan tinggi
saat ini. Penulis buku-buku pengetahuan diberi imbalan berupa batangan emas
yang setara dengan berat buku yang ditulisnya. Asia Tenggara dengan mayoritas
muslim, terutama Indonesia dan Malaysia, diharapkan mampu mewujudkan kembali
kesejahteraan di dunia pendidikan ini.
4.
Pemikiran
Satu
hal yang dikhawatirkan merusak kehidupan umat, menjerumuskannya ke dalam
bencana dan malapetaka, dan membuatnya menjadi mangsa bagi orang-orang munafik
dan permainan kaum petualang ialah hilangnya kesadaran di kalangan umat Islam.
Akibat hilangnya kesadaran umat Islam, mereka dengan mudah terpikat oleh segala
macam ajakan, hanyut dalam gelombang, tunduk kepada orang yang berkuasa,
bersikap masa bodoh terhadap kemungkaran, dan sabar menerima kezaliman.[15]
Hal ini yang membahayakan karena sikap peduli antarsesama akan mulai meredup
dan secara perlahan akhirnya menghilang.
Alwi
Shihab dalam pengantar bukunya Islam Inklusif (1999), mengatakan bahwa pemahaman
Islam para “orientalis” umumnya sangat stereotipikal: Islam adalah agama yang
menghalalkan kekerasan dan disebarkan dengan pedang, menerapkan hukuman potong
tangan bagi pencuri, membolehkan poligami tidak menghargai perempuan, dan
berada di balik setiap tindakan terorisme.[16]
Meskipun
tragedi WTC cenderung melahirkan citra negatif bagi Islam, namun bagi
orang-orang yang tidak hanya membuka mata dan telinganya, tapi juga mata hati
dan pikirannya, justru kejadian tersebut membawa hidayah bagi mereka sehingga
beberapa media memberitakan banyaknya orang Eropa yang masuk Islam beberpa hari
setelah tragedi tersebut.
Alwi
Shihab (1999) mengungkapkan alasan bahwa mungkin karena meluasnya tindakan
kekerasan yang dilakukan oleh mereka yang menamakan dirinya orang-orang yang
memegang teguh ajaran agama, para pakar kemudian menganalisis hubungan
antaragama (ideologi) sebagai dipenuhi teror atau kekerasan.[17]
5.
Seni
Budaya Islam
Budaya
berasal dari Sansekerta “buddayah” yang merupakan jamak dari buddhi yang
berarti budi atau akal.[18] Dari
banyak definisi budayawan dan seniman seluruh dunia tentang keuyaan, Widagdho
merumuskan dalam bukunya (2010: 21) bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan
cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.[19]
Sebagai
bagian integral dan peradaban kebudayaan Islam secara keseluruhan, fenomena dan
ekspresi kebudayaan Islam di wilayah Indo-Melayu juga mencakup ciri-ciri
universal. Akan tetapi, tetap memiliki kekhasan tersendiri, dan hal inih yang
menjadi kekayaan integralisasi proses pembentukan budaya Islam dalam kawasan
Asia Tenggara, khususnya Indo-Melayu tersebut.[20]
Tidak
bisa dipungkiri bahwa Indonesia, seperti negara-negara Asia Tenggara lainnya
memiliki beragam kesenian dan kebudayaan. Bahkan karena banyaknya, beberapa
negara mengklaim satu warisan budaya yang sama, misalnya angklung dan batik
oleh Indonesia dan Malaysia. Hal ini tentunya menjadi salah satu pemecah dan
faktor yang membuat hubungan antara Indonesia dan Malaysia menjadi renggang.
Bahkan perbutan warisan budaya ini disinyalir diprakarsai oleh oknum-oknum yang
ingin Indonesia dan Malaysia sebagai negara mayoritas Muslim, berseteru.
Menyikapi
masalah serupa di atas, Islam memiliki aturan yang mampu membawa ketenteraman
bagi semua pihak. Dalam Islam, tidak ada hak cipta, karena sifat pencipta
adalah mutlak milik Allah. Adapun kekhawatiran penyalahgunaan terhadap suatu
budaya, maka dengan penerapan hukum Islam secara total dan menjadikan Islam
sebagai kepribadian tiap Muslim, hal ini dapat dihindari.
Islam
tidak melarang adanya seni maupun budaya ketika keduanya mencerminkan
keindahan, karena memang Allah pun menyukai kebersihan dan keindahan. Namun
demikian, ketika senida budaya tersebut tidak diimbangi dengan tanggungjawab
dan bahkan mendatangkan mudharat, maka
Islam melarangnya.
C.
Memahami
Urgensi Peran Umat Islam di Asia Tenggara dalam Mengulang Kembali Sejarah
Peradaban Emas Islam seperti yang Telah Dicapai Umat Islam Terdahulu
Negara-negara Asia Tenggara dengan segala
potensinya, baik dari segi SDA (Sumber
Daya Alam) maupun SDM
(Sumber Daya Manusia), memegang peranan penting dalam mewujudkan
perkembangan Islam dan mengulang kembali sejarah emas Islam seperti yang diraih
umat Muslim terdahulu di Timur Tengah. Sudah saatnya Indonesia, Malaysia,
Brunei Darussalam Thailand (terutama di Pattani), dan negara negara Asia
Tenggara lainnya untuk bangkit dari keterpurukan dan keterbelakangan.
Sebagai negara mayoritas Muslim, tidak menutup
kemungkinan bagi Indonesia dan Malaysia sebagai agent sekaligus pemegang tinta emas yang mampu menuliskan kembali
sejarah kegemilangan Islam melalui penerapan hukum Islam dan menyebarkan rahmatan lil ‘alamin yang mengiringinya.
Melalui penerapan hukum Islam dan menjadikannya
kepribadian bagi seorang Muslim, maka orang lain yang mulanya tidak menaruh
simpati dengan Islam namun mata hati, pikiran dan hatinya masih terbuka
terhadap kebenaran, maka insya Allah akan mampu merasakan indahnya Islam. Dan
dengan demikian, kehidupan sejahtera dan kegemilangan Islam seperti yang
dicapai di zaman Rasul saw, para sahabat, dan kekhilafahan pun dapat kembali
terwujud.
KESIMPULAN
Berdasarkan bahasan dalam
isi makalah di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya yaitu:
1. Sejarah
peradaban Islam pada zaman Rasul saw dan kekhilafahan setelahnya ttelah
terbukti mencetak generasi Rabbani, para cendekiawan, ilmuwan, dan intelektual
Muslim, yang kemudian menginspirasi ilmuwan-ilmuwan Barat melalui buku-buku
yang dibawa mereka selepas perang salib dan runtuhnya kekhilafahan di Turki.
2. Hukum
Islam dalam mengatur hubungan antarmanusia dan kehidupan terutama dalam segi
dakwah, hukum dan ekonomi, pendidikan, pemikiran, serta seni budaya Islam, memiliki
aturan yang kompleks demi tercapainya dan terasakannya rahmatan lil ‘alamin, tidak hanya oleh pemeluknya, melainkan juga seluruh alam.
3. Umat
Islam di Asia Tenggara memiliki peran penting dalam usaha mewujudkan kembali
peradaban emas Islam seperti yang telah dicapai umat Islam terdahulu, sebagai agent sekaligus pemegang tinta emas
untuk menuliskan kembali sejarah kegemilangan Islam yang dimulai di Asia
Tenggara.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah,
Taufik. 1999. Renaisans Islam Asia
Tenggara: Sejarah, Wacana, dan Kekuasaan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Amin,
Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban
Islam. Cet.2. Jakarta: Amzah.
Asari,
Hasan. 1994. Menyingkap Zaman Kemasan
Islam. Bandung: Mizan.
Chapra,
M. Umer. 2010. Peradaban Muslim: Penyebab
Runtuhnya dan Perlunya Reformasi. Terjemah Ikhwan Abidin Basri. Jakarta:
Amzah.
Esposito,
John L. 2010. Masa Depan Islam: Antara Tantangan Kemajemukan dan Benturan dengan
Barat. Terjemah Eva Y. Nukman dan Edi Wahyu SM. Bandung: Mizan.
Kennedy,
Hugh. 2002. Dalam Daftary, Farhad. (Ed), 2002. Tradisi-Tradisi Intelektual Islam. Terjemah Fuad Jabali dan Udjang
Tholib. Jakarta: Erlangga.
Karim,
Adiwarman Azwar. 2010. Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam. Cet 4, Ed 3. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Mu’nis,
Husain. 2009. Memahami Islam Melalui 20
Ayat Al-Quran. Bandung: Mizania.
Shihab,
Alwi 1999. Islam Inklusif. Bandung:
Mizan.
The Venture of
Islam (Iman dan Sejarah dalam Peradaban Islam). 1999. Jakarta:
Paramadina.
Thohir,
Ajid. 2009. Perkembangan Peradaban di
Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya
Umat Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Biodata
Penulis
Nama :
Lin Indah Hidayati
Status :
Mahasiswi (IAIN Syekh Nurjati Cirebon)
Jurusan : Pendidikan IPA-Biologi/ Semester
VII
Alamat :
Jalan Ki Hujan Desa Burujul Wetan Rt 002/012 Blok Jum’at Kec. Jatiwangi Kab.
Majalengka 45454
No
HP : 089 6060 23927
[1] Chapra, M. Umer.
Peradaban Muslim: Penyebab Runtuhnya dan
Perlunya Reformasi. Terjemah Ikhwan Abidin Basri. (Jakarta: Amzah, 2010);
hlm. 63-65
[2]The Venture of Islam (Iman dan Sejarah dalam
Peradaban Islam). (Jakarta:
Paramadina, 1999); hlm. 97
[3] John L. Esposito. Masa Depan Islam: Antara Tantangan
Kemajemukan dan Benturan dengan Barat. Terjemah Eva Y. Nukman dan Edi Wahyu
SM. (Bandung: Mizan, 2010); hlm. 59
[4] Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia
Islam: Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam. (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2009); hlm. 260
[5] Wahidin
Saputra. Pengantar Ilmu Dakwah. (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2011); hlm. 237
[6] Hugh Kennedy.
Dalam Daftary, Farhad. (Ed), 2002. Tradisi-Tradisi
Intelektual Islam. Terjemah Fuad Jabali dan Udjang Tholib. (Jakarta:
Erlangga, 2001); hlm. 29
[7] Taufik
Abdullah. Renaisans Islam Asia Tenggara:
Sejarah, Wacana, dan Kekuasaan. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999); hlm. xv
[8] David C
Rapoport. 2003. “Teror Suci: Contoh Terkini dari Islam”. Dalam Reich, Walter. 2003. Origin
of Terrorism. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
[9] Alwi Shihab. Islam Inklusif. (Bandung: Mizan, 1999); hlm. 252
[10]
Adiwarman
Azwar Karim. Sejarah Pemikiran Ekonomi
Islam. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010); Cet 4, Ed. 3. Lebih lanjut
lihat di Zainul Arifin. Memahami Bank
Syariah: Lingkup, Peluang, Tantangan, dan Prospek. (Jakarta: Alfabet,
1999); Cet ke-1, hlm. xv
[11] Adiwarman Azwar
Karim. Loc. cit., hlm. 8. Cet 4, Ed 3. Pembahasan lebih lanjut mengenai hal
ini, lihat Abbas Mirakhor, Muslim
Contribution to Economics, dalam Baqir Al-Hasani dan Abbas Mirakhor (ed), Essay on Iqtisad: The Islamic Approach to Economic
Problem (USA: Nur Corporation, 1989);
hlm. 82-86
[12] Adiwarman Azwar
Karim. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.
(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010); Cet ke-4, Ed 3.
[13] Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyyah
II. (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010); hlm. 176-177
[14] Hasan Asari. Menyingkap Zaman Kemasan Islam.
(Bandung: Mizan, 1994); hlm. 109
[15] An-Nadwi,
As-Sayyid Abul Hasan Ali Al-Hasani. Bahaya
Kemunduran Umat Islam. Terjemah Abdullah Zakiy Al-Kaaf. Bandung: Pustaka
Setia, 2002); hlm 340
[16] Alwi Shihab. 1999.
Islam Inklusif. Bandung: Mizan.hlm
vii
[17] Alwi Shihab. Loc. cit., hlm. 146
[18] Djoko Widagdho.
Ilmu Budaya Dasar. (Jakarta: Bumi
Aksara, 2010); hlm. 18
[19] Ibid.
[20] Samsul Munir Amin. Sejarah Peradaban Islam. Cet.2. (Jakarta:
Amzah, 2010); hlm. 321
Langganan:
Postingan (Atom)