Senin, 23 September 2013

Paper



PAPER
REFLEKSI SEJARAH ISLAM: MERUNUT PERADABAN EMAS ISLAM PADA ZAMAN RASULULLAH SAW DAN KEKHILAFAHAN SETELAHNYA













Oleh :
Lin Indah Hidayati




FAKULTAS TARBIYAH JURUSAN PENDIDIKAN IPA-BIOLOGI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI
CIREBON
2013
Abstrak
Lin Indah Hidayati*)

            Sejarah telah mencatat bahwa banyak kegemilangan yang diraih sejak peradaban Islam bermula, yaitu sejak zaman Rasululah saw hingga kini. Sayangnya, mayoritas umat Islam sendiri masih belum mengetahui bahwa banyak sekali pemikir-pemikir dan cendekiawan yang lahir dari kalangan Muslim. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa media massa kurang menyoroti hal ini sehingga kita lebih sering medengar imuwan-ilmuwan berserta temuan-temuannya yang berasal dari Barat.
            Islam dengan aturan yang kompleks, meliputi dunia dakwah, hukum dan ekonomi, pendidikan, pemikiran, serta seni budaya Islam, serta aspek lainnya tentu dapat menjadi faktor penentu terwujudnya peradaban emas Islam apabila diterapkan secara keseluruhan.
            Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia dengan mayoritas penduduk Muslim, memiliki peran dominan dalam mewujudkan terulangnya kembali peradaban emas Islam tersebut. Bahkan jika Islam telah menjadi pegangan hidup dan kepribadian umat Muslim seluruhnya.

Keyword: Peradaban emas Islam, aturan kompleks, kepribadian Islam.










*) Mahasiswi tingkat akhir IAIN Syekh Nurjati Cirebon
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Penulisan
Allah Azza wa Jalla telah menganugerahkan mu’jizat berupa kitab yang tidak ada tandingannya, yang akan menjadi pedoman hidup umat Muslim kelak hingga akhir zaman. Itulah Al-Qur’an yang telah mendarah daging dalam diri Rasulullah saw. Tidak heran jika beliau memiliki sebutan Qur’an berjalan. Selama kita berpegang pada Al-Qur’an dan sunnah Rasul, maka kita akan menemui bahwa betapa kompleksnya aturan Islam yang mengatur kehidupan manusia sejak bangun tidur hingga tidur kembali. Akan tetapi, kedua pedoman tersebut perlahan tampaknya mulai lepas dari diri umat Muslim dunia, tidak terkecuali di Asia Tenggara.
Saat ini berbagai permasalahan dan kemunduran tengah menimpa negara-negara berkembang, tidak terkecuali negara-negara Asia Tenggara yang memang sebagian besar merupakan negara berkembang. Islam yang sebelumnya mencapai puncak kejayaan dan membawa kemashlahatan, sempat dianggap sebagi penyebab kemunduran ini. Namun setelah ditelisik lebih jauh, beberapa faktor penyebab mundurnya umat Islam saat ini adalah keruntuhan moral, ilegitimasi politik, tidaka aadanya konsep kewajiban terbatas (limited liability), dan faktor lainnya.[1] Asia Tenggara merupakan kawasan potensial dengan letak geografis yang mendukung meningkanya pertumbuhan sumber daya alam dan terjadinya lalu lintas antarnegara yang lebih efektif dan efisien. Tidak heran banyak negara dunia yang mengincar dan menjajah negara-negara yang termasuk dalam wilayah Asia Tenggara ini.
Dalam salah satu ayat Al-Qur’an, Allah berfirman bahwa umat Muhammad adalah umat terbaik. Orang yang telah sungguh-sungguh mengambil ramalan (prophecy) berdasarkan ayat di atas dengan serius, sampai-sampai mencoba untuk membentuk sejarah seluruh dunia sesuai dengannya. Segera setelah kepercayaan Islam dibangun, kaum Muslimin telah berhasil dalam membangun, yang dengan pergeseran waktu membawa serta lembaga-lembaganya sendiri yang khas, seni dan sastranya, ilmu dan kesarjanaanya, bentuk-bentuk politik dan sosialnya, seperti juga sistem pemujaan dan kepercayaannya, yang kesemuanya memberi kesan yang jelas Islami.[2]
Secara langsung maupun tak langsung, media berperan dalam menghubungkan kaum Muslim dengan citra negatif. Dipandu oleh sebuah prinsip yang oleh Deborah Tannon, profesor linguistik dan penulis “The Argument Culture”, disebut “no fight, no story”, tujuannya bukanlah peliputan seimbang dan memutuskan sendiri fakta dari informasi yang berlebih-lebihan atau salah, melainkan untuk lebih berfokus pada konfrontasi dan konflik, kekerasan dan terorisme, krisis dan tragedi.
Sekelompok kecil minoritas yang vokal menyatakan serangan tersebut sebagai “masa pembalasan” untuk kegagalan politik luar negeri Amerika di Timur Tengah. Mereka mendapat liputan media yang luas tersebar. Sejumlah orang Palestina yang sedang berpesta di jalanan ditampilkan berulang-ulang di stasius-stasiuan TV besar. Yang ditutupi disini adalah banyaknya keterkejutan dan keprihatinan dari banyak Muslim arus utama. Tak kurang 538 pekerja Muslim tewas di WTC, termasuk pasangan muda profesional Muslim dari Bangladesh.[3]
Berbagai permasalahan di atas mendorong penulis untuk membahas bagaimana Islam memiliki aturan yang kompleks, tegas, dan bijaksana untuk mengatur setiap segmen kehidupan yang diantaranya meliputi dakwah, hukum dan ekomomi, pendidikan, pemikiran, dan seni budaya Islam. Dan di Asia Tenggara-lah yang memiliki potensi yang besar untuk mewujudkan atau mengulang kembali kegemilangan yang telah diraih Islam dulu.

B.     Rumusan Masalah
Terkait dengan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan beberapa masalah, diantaranya yaitu:
1.      Bagaimana sejarah peradaban Islam pada zaman Rasul saw dan kekhilafahan setelahnya?
2.      Bagaimana Islam mengatur hubungan antarmanusia dan kehidupan dalam segi dakwah, hukum dan ekonomi, pendidikan, pemikiran, serta seni budaya Islam?
3.      Seberapa penting peran umat Islam di Asia Tenggara dalam mengulang kembali sejarah peradaban emas Islam seperti yang telah dicapai umat Islam terdahulu?

C.    Tujuan Penulisan
Untuk menjawab beberapa pertanyaan yang terdapat dalam rumusan masalah, maka dibuat pula rumusan tujuan penulisan makalah ini yaitu diantaranya untuk:
1.      Mengetahui dan memahami sejarah peradaban Islam pada zaman Rasul saw dan kekhilafahan setelahnya.
2.      Mengetahui hukum Islam dalam mengatur hubungan antarmanusia dan kehidupan dalam segi dakwah, hukum dan ekonomi, pendidikan, pemikiran, serta seni budaya Islam.
3.      Memahami urgensi peran umat Islam di Asia Tenggara dalam mengulang kembali sejarah peradaban emas Islam seperti yang telah dicapai umat Islam terdahulu.






REFLEKSI SEJARAH ISLAM: MERUNUT PERADABAN EMAS ISLAM PADA ZAMAN RASULULLAH SAW DAN KEKHILAFAHAN SETELAHNYA

A.    Sejarah Peradaban Islam pada Zaman Rasul saw dan Kekhilafahan Setelahnya
Sejak awal kedatangannya, Islam telah membawa rahmat bagi seluruh alam, kecuali bagi orang-orang munafik yang telah menutup pintu hatinya dari kebenaran. Rasul saw, melalui perilaku yang beliau contohkan atau yang disebut sunnah, mendapat sebutan Al-Qur’an berjalan. Beliau mengaplikasikan seluruh isi Al-Qur’an dan perintah Allah, yang sebagai hasilnya dapat dilihat dari literatur sejarah Islam bagaimana beliau berhasil mencetak generasi-generasi Rabbani.
Ahli sejarah Barat yang menyoroti Islam secara objektif seperti Karen Armstrong, John L. Esposito, dan Nazmi Lukas menyepakati bahwa Islam merupakan agama yang dibawa Muhammad saw yang didalamnya tidak terdapat unsur kekerasan dan tidak ada paksaan untuk memeluknya. Terkait tragedi WTC dua tahun silam pun mereka mengetahui adanya konspirasi dan intervensi Barat dalam kejadian tersebut.
Pada masa peralihan antara Bani Abbasiyah dan Bani Ummayah, memang adanya unsur perebutan kekuasaan. Namun selanjutnya, dalam penerapan hukum dalam pemerintahan, negara dan masyarakat, tetap hukum Islam-lah yang ditegakkan. Banyak temuan-temuan ilmu pengetahuan, ilmuwan, dan cendekiawan Muslim lahir pada zaman ini.
Hasil-hasil ilmu pengetahuan yang tengah berkembang pesat saat itu, selanjutnya menginspirasi ilmuwan Barat beberapa abad setelahnya. Karena perang salib dan runtuhnya kekhilafahan di Turki beberapa dekade lalu, banyak buku-buku hasil karya umat Muslim yang berpindah ke tangan orang-orang Barat. Hal ini mengakibatkan banyaknya temuan-temuan yang dihasilkan oleh ilmuwan Barat yang terinspirasi oleh karya-karya yang sebelumnya telah ditemukan oleh ilmuwan dan cendekiawan Muslim.
Perpustakaan Baytul Hikmah yang merupakan sebuah perpustakaan terbesar akhirnya terbakar, bahkan apinya selama tiga hari tidak padam karena banyaknya buku disana. Akibatnya, bayak buku-buku yang musnah dan sebagian manuskrip dibawa orange-orang Eropa dan Amerika yang kemudian dipelajari di negranya masing-masing.
Masuknya Islam ke Asia Tenggara merupakan salah satu bentuk teruniversalkannya Islam. Meski memang banyak teori dan pendapat terkait masuknya Islam ke Asia Tenggara ini, penulisan dan penafsiran baru masih terbuka lebatr agar penelitian atas sumbaer-sumber sejarah yang ada dapat disingkap dan dikaji kembali.[4]

B.     Mengetahui Hukum Islam dalam Mengatur Hubungan Antarmanusia dan Kehidupan dalam Segi Dakwah, Hukum dan Ekomomi, Pendidikan, Pemikiran, serta Seni Budaya Islam
Sebagaimana yang telah kita mafhumi bahwa Islam memiliki aturan yang kompleks dalam mengatur hubungan antarmanusia dan kehidupan dalam segi dakwah, hukum dan ekomomi, pendidikan, pemikiran, serta seni budaya Islam. Aturan-aturan tersebut selanjutnya akan mewujudkan keindahan harmoni kehidupan sesuai dengan aturan Allah yang terdapat dalam Islam.
1.      Dakwah
Salah satu surah yang memuat aturan tentang perintah berdakwah adalah surah Al-Muddatsir (74): 1-7. Dakwah sebagai suatu bentuk komunikasi yang khas, dimana stimulus yang disampaikannya berupa pesan-pesan atas dasar kasih sayang (silaturrahiim). Harapannya apabila dakwah tersebut cukup efektif, interaksi sosial yang terjadi akibatnya, akan mewujudkan suatu hubungan antarmanusia atau suatu interaksi sosial yang diwarnai oleh paham dan landasan kasih sayang tersebut.[5]
Adanya landasan kasih sayang yang terbentuk melalui sebuah ajakan yang dinamakan dakwah, maka akan terbentuk pula sebuah ikatan ukhuwah antarmanusia, sehingga terbukti bahwa manusia yang satu dengan manusia lainnya tidak akan bisa terlepas satu sama lain. Ketika itulah tercapai tingkatan itsar (mendahulukan kepentingan saudaranya dalam hal-hal syar’i).
Salah satu kekurangan dalam segi dakwah sepeninggal Rasul saw adalah kalangan intelektual Muslim yang disibukkan dengan penyebaran Islam, tanpa menyadari pentingnya memelihara dan mencatat tiap perkataan dan perilaku nabi saw. Karena dakwah pada saat itu dihambat oleh orang-orang yang mengaku sebagai nabi.[6] Namun kemudian, hal ini dapat diselesaikan setelah dilakukan pengumpulan hadist oleh perawi hadist, diantaranya Bukhari dan Muslim.
Azyumardi Azra dalam pengantar buku Taufik Abdullah menyatakan bahwa karaktersitik terpenting Islam di Asia Tenggara adalah watak yang lebih damai, ramah, dan toleran, sebuah watak atau karakteristik yang berbeda dengan watak Islam di kawasan lain seperti di Timur Tengah.
Sejak beberapa tahun terakhir, sejumlah pengamat dunia Islam atau islamicist di luar negeri memberikan analisis dan komentar yang positif tentang perkembangan Islam di Asia Tengara, khususnya Indonesia dan Malaysia. Fazlur Rahman (alm), misalnya, pada pertengahan dekade 1980, setelah berkunjung ke Indonesia untuk menghadiri suatu seminar mengatakan optimismenya terhadap perkembangan Islam di kawasan ini, dan memprediksi “kebangkitan Islam” terjadi bukan di kawasan lain, tetapi di Asia Tenggara. Apresiasi dan pandangan positif senada pun dikemukakan pengamat asing seperti John L. Esposito dan Bruce Lawrence yang beberapa kali mengunjungi Indonesia dan Malaysia serta menyaksikan langsung dinamika Islam di wilayah ini.[7]
Jalan dakwah ini merupakan salah satu cara untuk meluruskan sebuah statement keliru dan memihak. Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam yang dengan rahmat tersebut, tentunya akan membawa rasa aman bagi semuanya, tidak hanya pemeluknya saja. Tidak ada paksaan bagi siapa pun untuk memeluk Islam merupakan salah satu bentuk toleransi dan rahmat agama tersebut.
Rapoport dalam bukunya (2003) menyatakan bahwa perkembangan yang paling menarik dan tak diduga akhir-akhir ini adalah kebangkitan aktivis teroris untuk mendukung tujuan agama atau teror yang dilegalkan secara teologis. Ini adalah sebuah fenomena yang dapat disebut sebagai teror “suci” atau “sacral”.[8] Dakwah merupakan ajakan dan seruan menuju kebaikan. Adapun sebutan teror dalam mewujudkan tujuan dakwah, tentu konteks tersebut kurang pas mengingat teror selalu membawa ketidaknyamanan dan ketakutan bagi yang diteror.
Islam adalah agama yang memandang setiap penganutnya sebagai dai bagi dirinya sendiri dan orang lain. Karena Islam tidak menganut hierarki religius, setiap muslim bertanggungjawab atas perbuatannya sendiri di hadapan Allah. Namun demikian, karena ajaran Islam bersifat universal dan ditujukan kepada seluruh umat manusia, kaum Muslim memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa ajarannya sampai kepada seluruh manusia di sepanjang sejarah sebagai salah satu esensi dakwah.
Ayat-ayat yang menyinggung tentang pengupayaaan dakwah diantaranya adalah al-Qur’an surah Yusuf (12): 108, an-Nahl (16): 125, dan Fushshilat (41): 33. Ayat pertama menyatakan tujuan dakwah yang merupakan panggilan kepada Allah dengan pesan-pesan yang jernih berdasarkan tauhid. Ayat dua mengelaborasi metode-metode dakwah yang meliputi: (1) kebijaksanaan (hikmah), (2) nasihat yang baik (al-maw’idhatul hasanah), dan (3) percakapan yang baik (al-mujadalat al-hasanah). Ayat ketiga memuji orang-orang yang bekerja demi dakwah (al-da’i atau al-dua’t), beserta mereka yang melakukan amal baik dan yang menyatakan diri sebagai orang yang berserah diri (muslim).[9] Metode-metode dakwah yang terdapat dalam ayat di atas merupakan jawaban bahwa dakwah tidak bisa disamakan dengan teror suci.

2.      Hukum dan Ekonomi
Dunia hukum dan perekonomian yang notabene tidak bisa terlepas dari campur tangan pemerintah dan negara perlu mendapat sorotan penting
dalam memutuskan tiap kebijakan yang diambil guna mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan. Jika pemerintah dan negara mengabaikan, atau bahkan mengkhianati amanah yan tercantum dalam Al-Qur’an dan sunnah, maka hanya akan ada kehancuran, meningkatnya angka kriminalitas, kesenjangan sosial, dan krisis berkepanjangan. Hal-hal tersebut nampaknya telah menghinggapi negara-negara berkembang di Asia Tenggara, tidak terkecuali Indonesia.
            Hukum yang ada dalam Islam, terutama hukum pidana, masih dianggap sebagai sebuah hal yang menakutkan dan tidak berperikamanusiaan. Padahal, sebagai negara pembawa rahmat, Islam tentu tidak serta merta menjatuhkan suatu hukum pada terpidana atau terdakwa pelanggar hukum. Perlu ada bukti-bukti kuat sebelum hukuman dijatuhkan, potong tangan bagi pencuri misalnya.
            Dunia hukum dan aturan yang ada di dalamnya, saat ini sangat jauh dari harapan untuk dapat menurunkan tingkat kriminalitas. Banyak residivis yang tidak merasa jera keluar masuk perjara. Bagaimana tidak, bahkan kebebasan dari jeratan hukum pun bisa dilakukan dengan adanya uang tebusan. Hal ini bertolak belakang dengan hukum Islam yang insya Allah mampu menimbulkan efek jera, baik bagi pelakunya maupun orang yang hendak melakukan suatu pelangaran hukum.
Dalam dunia ekonomi, salah satu langkah menyelamatkan perekonomian dunia adalah dengan lahirnya Lembaga Keuangan Syariah. Zainul Arifin dalam Karim (2010) mengatakan bahwa kehadiran LKS (Lembaga Keuangan Syariah) harus diiringi dengan pemahaman yang lebih komprehensif tentang sistem ekonomi Islam. Tidak hanya melalui sosialisasi teknis, tetapi juga latar belakang dan sejarah perkembangan pemikiran ekonomi para cendekiawan Muslim hingga terwujudnya konsep mekanisme operasional LKS.[10] Karena sudah menjadi cerminan manusia saat ini yang tidak ingin mencoba hal baru sebelum melihat orang lain yang mencobanya dan berhasil. Padahal telah jelas bahwa perekonomian yang dijalankan secara Islami mampu membawa kita pada suatu kesejahteraan dan kehidupan yang berkah karena jauh dari sistem perekonomian kotor, seperti riba.
Telah menjadi rahasia umum bahwa kontribusi kaum Muslim yang sangat besar terhadap kelangsungan dan perkembangan pemikiran ekonomi pada khususnya dan peradaban dunia pada umumnya, telah diabaikan oleh para ilmuwan Barat.
Para sejarawan barat telah menulis sejarah ekonomi dengan sebuah asumsi bahwa periode antara Yunani dan Skolastik adalah steril dan tidak produktif. Contoh; sejarawan sekaligus ekonom terkemuka, Joseph Schumpeler, sama sekali mengabaikan peranan kaum Muslimin. Ia memulai  penulisan sejarah ekonominya dari para filosof Yunani dan langsung melakukan loncatan jauh selama 500 tahun, dikenal sebagai The Great Gap, ke zaman St. Thomas Aquinas (1225-1274 M).[11] Padahal jelas bahwa selama periode 500 tahun tersebut, Islam tengah mencapai kegemilangannya. Saat dimana dunia Barat tengah gelap gulita, tidak mampu membaca dan menulis kecuali aktivis gereja, di Timur Tengah dapat dipastikan hampir tidak ada umat Muslim yang buta huruf. Sekolah-sekolah, perustakaan, laboratorium, dan dunia ilmu pengetahuan yang selanjutnya menjadi inspirasi bagi ilmuwan Barat, justru tengah berkembang dengan pesatnya.
Banyak pemikir dan para cendekiawan Muslim pada abad klasik dan pertengahan yang melahirkan banyak pemikiran-pemikiran baru tentang ekonomi diantaranya yaitu pemikiran ekonomi dari Abu Yusuf, Abu Ubaid, Yahya bin Umar, Al-Mawardi, Al-Ghozali, ibn Taimiyah, Al-Syatibi, Ibn Khaldun, Al-Maghrizi, dan lainnya yang banyak menyumbangkan pemikiran-pemikiran ekonomi yang mengarah pada kebijakan fiskal dan moneter sesuai dengan Islam.[12]
Adapun di kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia, merupakan kumpulan pulau-pulau dan daerah yang kaya sumber daya alam. Hal ini memicu negara-negara Eropa untuk menjajah dan berusaha menguasainya. Wilayah yang menjadi incaran dan saat itu masih berbentuk kerjaan-kerajaan kecil diantaranya adalah Kerajaan Islam pertama di Malaka kemudian dijajah Eropa. Kerajaan kedua yaitu Samudra Pasai, yang kemudian dikuasai Portugis. Kerajaan ke-3 Maluku (Kesultanan Manguindanau, Kesultanan Buayan, dan Kesultanan Sulu) direbut Spanyol pada abad 6. Selanjutnya kerajaan-kerajan Islam lainnya di seluruh nusantara pun akhirnya terjajah.[13] Meski telah merdeka dari jajahan fisik, Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara masih memiliki banyak kelebihan dan menjadi incaran bangsa Amerika dan Eropa. Seperti populasi yang tinggi yang merupakan pasar strategis sehingga menjadi tujuan utama pemasaran produk-produk teknologi mereka.

3.      Pendidikan
Nama Baytul Hikmah bagi sebagian besar orang tidak asing lagi di telinga. Sebuah nama perpustakaan terbesar sepanjang sejarah Islam yang dibangun pada zaman kekhilafahan Bani Abbasiyah. Perpustakaan yang di dalamnya tidak hanya ada buku yang berjumlah ratusan ribu, melainkan adapula laboratorium khusus astronomi, sebua ilmu yang tengah berkembang disana.
Bayt Al-Hikmah (Gedung Hikmah, Gedung Pengetahuan) adalah lembaga pendidikan tinggi Islam yang pertAma kali ada kecuali masjid. Dibangun oleh khalifah Abbasiyah ke-7, Al-Makmun, yang terkenal sebagai pecinta pengetahuan pada tahun 215 atau 830. Bayt Al-Hikmah berasal dari sebuah perpustakaan yang lebih sederhana yang telah beroperasi sejak masa Harun Al-Rasyid yang bernama Khizanat Al-Hikmah. Meski bukan merupakan satu-satunya kegiatan di Bayt Al-Hikmah, usaha penerjemahan nampaknya merupakan kegiatan yang paling dominan.[14] Hal ini menunjukkan bahwa pemerintahan Islam sangat memperhatikan dunia pendidikan.
Di negara-negara berkembang, dunia pendidikan masih menjadi barang mahal yang hanya orang-orang kelas menengah hingga ke atas saja yang bisa mengenyamnya. Kalaupun gratis di tingkat SD hingga SMA, maka di tingkat perguruan tinggi masih belum juga adanya biaya yang murah atau bahkan pembebasan biaya secara total. Sedangkan keberadaan Universitas Terbuka saat ini, masih memiliki keterbatasan dalam hal pembukaan prodi dan jurusan favorit.
Berbeda dengan pendidikan sistem Islam yang bebas biaya sehingga tiap pelajar tidak ada yang memikirkan masalah biaya pendidikan. Bahkan guru TK atau SD pun mendapat gaji yang jika dibandingkan, setara dengan gaji guru besar perguruan tinggi saat ini. Penulis buku-buku pengetahuan diberi imbalan berupa batangan emas yang setara dengan berat buku yang ditulisnya. Asia Tenggara dengan mayoritas muslim, terutama Indonesia dan Malaysia, diharapkan mampu mewujudkan kembali kesejahteraan di dunia pendidikan ini.

4.      Pemikiran
Satu hal yang dikhawatirkan merusak kehidupan umat, menjerumuskannya ke dalam bencana dan malapetaka, dan membuatnya menjadi mangsa bagi orang-orang munafik dan permainan kaum petualang ialah hilangnya kesadaran di kalangan umat Islam. Akibat hilangnya kesadaran umat Islam, mereka dengan mudah terpikat oleh segala macam ajakan, hanyut dalam gelombang, tunduk kepada orang yang berkuasa, bersikap masa bodoh terhadap kemungkaran, dan sabar menerima kezaliman.[15] Hal ini yang membahayakan karena sikap peduli antarsesama akan mulai meredup dan secara perlahan akhirnya menghilang.
Alwi Shihab dalam pengantar bukunya Islam Inklusif (1999), mengatakan bahwa pemahaman Islam para “orientalis” umumnya sangat stereotipikal: Islam adalah agama yang menghalalkan kekerasan dan disebarkan dengan pedang, menerapkan hukuman potong tangan bagi pencuri, membolehkan poligami tidak menghargai perempuan, dan berada di balik setiap tindakan terorisme.[16]
Meskipun tragedi WTC cenderung melahirkan citra negatif bagi Islam, namun bagi orang-orang yang tidak hanya membuka mata dan telinganya, tapi juga mata hati dan pikirannya, justru kejadian tersebut membawa hidayah bagi mereka sehingga beberapa media memberitakan banyaknya orang Eropa yang masuk Islam beberpa hari setelah tragedi tersebut.
Alwi Shihab (1999) mengungkapkan alasan bahwa mungkin karena meluasnya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh mereka yang menamakan dirinya orang-orang yang memegang teguh ajaran agama, para pakar kemudian menganalisis hubungan antaragama (ideologi) sebagai dipenuhi teror atau kekerasan.[17]

5.      Seni Budaya Islam
Budaya berasal dari Sansekerta “buddayah” yang merupakan jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.[18] Dari banyak definisi budayawan dan seniman seluruh dunia tentang keuyaan, Widagdho merumuskan dalam bukunya (2010: 21) bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.[19]
Sebagai bagian integral dan peradaban kebudayaan Islam secara keseluruhan, fenomena dan ekspresi kebudayaan Islam di wilayah Indo-Melayu juga mencakup ciri-ciri universal. Akan tetapi, tetap memiliki kekhasan tersendiri, dan hal inih yang menjadi kekayaan integralisasi proses pembentukan budaya Islam dalam kawasan Asia Tenggara, khususnya Indo-Melayu tersebut.[20]
Tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia, seperti negara-negara Asia Tenggara lainnya memiliki beragam kesenian dan kebudayaan. Bahkan karena banyaknya, beberapa negara mengklaim satu warisan budaya yang sama, misalnya angklung dan batik oleh Indonesia dan Malaysia. Hal ini tentunya menjadi salah satu pemecah dan faktor yang membuat hubungan antara Indonesia dan Malaysia menjadi renggang. Bahkan perbutan warisan budaya ini disinyalir diprakarsai oleh oknum-oknum yang ingin Indonesia dan Malaysia sebagai negara mayoritas Muslim, berseteru.
Menyikapi masalah serupa di atas, Islam memiliki aturan yang mampu membawa ketenteraman bagi semua pihak. Dalam Islam, tidak ada hak cipta, karena sifat pencipta adalah mutlak milik Allah. Adapun kekhawatiran penyalahgunaan terhadap suatu budaya, maka dengan penerapan hukum Islam secara total dan menjadikan Islam sebagai kepribadian tiap Muslim, hal ini dapat dihindari.
Islam tidak melarang adanya seni maupun budaya ketika keduanya mencerminkan keindahan, karena memang Allah pun menyukai kebersihan dan keindahan. Namun demikian, ketika senida budaya tersebut tidak diimbangi dengan tanggungjawab dan bahkan mendatangkan mudharat, maka Islam melarangnya.

C.    Memahami Urgensi Peran Umat Islam di Asia Tenggara dalam Mengulang Kembali Sejarah Peradaban Emas Islam seperti yang Telah Dicapai Umat Islam Terdahulu
Negara-negara Asia Tenggara dengan segala potensinya, baik dari segi SDA  (Sumber Daya Alam)  maupun  SDM  (Sumber Daya Manusia), memegang peranan penting dalam mewujudkan perkembangan Islam dan mengulang kembali sejarah emas Islam seperti yang diraih umat Muslim terdahulu di Timur Tengah. Sudah saatnya Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam Thailand (terutama di Pattani), dan negara negara Asia Tenggara lainnya untuk bangkit dari keterpurukan dan keterbelakangan.
Sebagai negara mayoritas Muslim, tidak menutup kemungkinan bagi Indonesia dan Malaysia sebagai agent sekaligus pemegang tinta emas yang mampu menuliskan kembali sejarah kegemilangan Islam melalui penerapan hukum Islam dan menyebarkan rahmatan lil ‘alamin yang mengiringinya.
Melalui penerapan hukum Islam dan menjadikannya kepribadian bagi seorang Muslim, maka orang lain yang mulanya tidak menaruh simpati dengan Islam namun mata hati, pikiran dan hatinya masih terbuka terhadap kebenaran, maka insya Allah akan mampu merasakan indahnya Islam. Dan dengan demikian, kehidupan sejahtera dan kegemilangan Islam seperti yang dicapai di zaman Rasul saw, para sahabat, dan kekhilafahan pun dapat kembali terwujud.


















KESIMPULAN
Berdasarkan bahasan dalam isi makalah di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya yaitu:
1.      Sejarah peradaban Islam pada zaman Rasul saw dan kekhilafahan setelahnya ttelah terbukti mencetak generasi Rabbani, para cendekiawan, ilmuwan, dan intelektual Muslim, yang kemudian menginspirasi ilmuwan-ilmuwan Barat melalui buku-buku yang dibawa mereka selepas perang salib dan runtuhnya kekhilafahan di Turki.
2.      Hukum Islam dalam mengatur hubungan antarmanusia dan kehidupan terutama dalam segi dakwah, hukum dan ekonomi, pendidikan, pemikiran, serta seni budaya Islam, memiliki aturan yang kompleks demi tercapainya dan terasakannya rahmatan lil ‘alamin, tidak hanya oleh pemeluknya, melainkan juga seluruh alam.
3.      Umat Islam di Asia Tenggara memiliki peran penting dalam usaha mewujudkan kembali peradaban emas Islam seperti yang telah dicapai umat Islam terdahulu, sebagai agent sekaligus pemegang tinta emas untuk menuliskan kembali sejarah kegemilangan Islam yang dimulai di Asia Tenggara.













DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. 1999. Renaisans Islam Asia Tenggara: Sejarah, Wacana, dan Kekuasaan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Cet.2. Jakarta: Amzah.

Asari, Hasan. 1994. Menyingkap Zaman Kemasan Islam. Bandung: Mizan.

Chapra, M. Umer. 2010. Peradaban Muslim: Penyebab Runtuhnya dan Perlunya Reformasi. Terjemah Ikhwan Abidin Basri. Jakarta: Amzah.

Esposito, John L. 2010. Masa Depan Islam: Antara Tantangan Kemajemukan dan Benturan dengan Barat. Terjemah Eva Y. Nukman dan Edi Wahyu SM. Bandung: Mizan.

Kennedy, Hugh. 2002. Dalam Daftary, Farhad. (Ed), 2002. Tradisi-Tradisi Intelektual Islam. Terjemah Fuad Jabali dan Udjang Tholib. Jakarta: Erlangga.

Karim, Adiwarman Azwar. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Cet 4, Ed 3. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Mu’nis, Husain. 2009. Memahami Islam Melalui 20 Ayat Al-Quran. Bandung: Mizania.

Shihab, Alwi 1999. Islam Inklusif. Bandung: Mizan.

The Venture of Islam (Iman dan Sejarah dalam Peradaban Islam). 1999. Jakarta: Paramadina.

Thohir, Ajid. 2009. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada.








Biodata Penulis
Nama               : Lin Indah Hidayati
Status              : Mahasiswi (IAIN Syekh Nurjati Cirebon)
Jurusan            : Pendidikan IPA-Biologi/ Semester VII
Alamat            : Jalan Ki Hujan Desa Burujul Wetan Rt 002/012 Blok Jum’at Kec. Jatiwangi Kab. Majalengka 45454
No HP             : 089 6060 23927



[1] Chapra, M. Umer. Peradaban Muslim: Penyebab Runtuhnya dan Perlunya Reformasi. Terjemah Ikhwan Abidin Basri. (Jakarta: Amzah, 2010); hlm. 63-65

[2]The Venture of Islam (Iman dan Sejarah dalam Peradaban Islam). (Jakarta: Paramadina, 1999); hlm. 97

[3] John L. Esposito. Masa Depan Islam: Antara Tantangan Kemajemukan dan Benturan dengan Barat. Terjemah Eva Y. Nukman dan Edi Wahyu SM. (Bandung: Mizan, 2010); hlm. 59

[4] Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam. (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009); hlm. 260

[5] Wahidin Saputra. Pengantar Ilmu Dakwah. (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011); hlm. 237

[6] Hugh Kennedy. Dalam Daftary, Farhad. (Ed), 2002. Tradisi-Tradisi Intelektual Islam. Terjemah Fuad Jabali dan Udjang Tholib. (Jakarta: Erlangga, 2001); hlm. 29

[7] Taufik Abdullah. Renaisans Islam Asia Tenggara: Sejarah, Wacana, dan Kekuasaan. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999); hlm. xv

[8] David C Rapoport. 2003. “Teror Suci: Contoh Terkini dari Islam”. Dalam Reich, Walter. 2003. Origin of Terrorism. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

[9] Alwi Shihab. Islam Inklusif. (Bandung: Mizan, 1999);  hlm. 252

[10] Adiwarman Azwar Karim. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010); Cet 4, Ed. 3. Lebih lanjut lihat di Zainul Arifin. Memahami Bank Syariah: Lingkup, Peluang, Tantangan, dan Prospek. (Jakarta: Alfabet, 1999); Cet ke-1, hlm. xv
[11] Adiwarman Azwar Karim. Loc. cit., hlm. 8. Cet 4, Ed 3. Pembahasan lebih lanjut mengenai hal ini, lihat Abbas Mirakhor, Muslim Contribution to Economics, dalam Baqir Al-Hasani dan Abbas Mirakhor (ed), Essay on Iqtisad: The Islamic Approach to Economic Problem (USA: Nur Corporation, 1989); hlm. 82-86

[12] Adiwarman Azwar Karim. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010); Cet ke-4, Ed 3.

[13] Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyyah II. (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010); hlm. 176-177

[14] Hasan Asari. Menyingkap Zaman Kemasan Islam. (Bandung: Mizan, 1994); hlm. 109

[15] An-Nadwi, As-Sayyid Abul Hasan Ali Al-Hasani. Bahaya Kemunduran Umat Islam. Terjemah Abdullah Zakiy Al-Kaaf. Bandung: Pustaka Setia, 2002); hlm 340

[16] Alwi Shihab. 1999. Islam Inklusif. Bandung: Mizan.hlm vii

[17] Alwi Shihab. Loc. cit., hlm. 146

[18] Djoko Widagdho. Ilmu Budaya Dasar. (Jakarta: Bumi Aksara, 2010); hlm. 18

[19] Ibid.

[20] Samsul Munir Amin. Sejarah Peradaban Islam. Cet.2. (Jakarta: Amzah, 2010); hlm. 321